Peran dan Regulasi Baitul Maal wat Tamwil (BMT) dan Koperasi dalam Konteks Perekonomian Indonesia

 Author : Ryan Marala

Baitul Maal wat Tamwil (BMT) 

       Didirikan dengan tujuan untuk memulihkan kondisi perekonomian Indonesia saat krisis ekonomi tahun 1997. Awalnya, BMT berfungsi sebagai lembaga pengelola dan penghimpun dana zakat. Namun, seiring berjalannya waktu, BMT berkembang menjadi lembaga keuangan mikro berbasis syariah yang bertujuan mengangkat derajat, martabat, dan membela kepentingan rakyat fakir miskin.

       Dalam sejarahnya, BMT sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW dan berkembang hingga zaman Khulafaur Rasyidin. Pada masa itu, fungsi BMT tidak hanya mengurus keuangan keluarga atau kelompok masyarakat, tetapi juga mengurus masalah keuangan negara. Jika dibandingkan dengan sejarah koperasi yang muncul akibat depresi ekonomi di Eropa, BMT memiliki akar yang lebih dalam dan historis.

       Menurut data dari Asosiasi BMT Indonesia (Absindo), pada tahun 2020 terdapat sekitar 5.000 BMT yang beroperasi di seluruh Indonesia. BMT ini berperan dalam memberikan pembiayaan kepada sektor usaha mikro dan kecil yang sulit mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan konvensional. BMT juga berfungsi sebagai lembaga yang mengelola dana sosial seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf, yang disalurkan untuk pemberdayaan ekonomi umat.

       Koperasi

       Koperasi muncul di Eropa pada abad ke-19 sebagai respons terhadap depresi ekonomi, tingginya pengangguran, dan kelangkaan barang. Di Indonesia, koperasi mulai berkembang sejak era kolonial dan semakin pesat setelah kemerdekaan. Koperasi didirikan dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya melalui prinsip-prinsip kerjasama dan solidaritas.

       Menurut data dari Kementerian Koperasi dan UKM, pada tahun 2020 terdapat sekitar 123.048 koperasi aktif di Indonesia dengan jumlah anggota mencapai 22 juta orang. Koperasi ini berperan dalam berbagai sektor ekonomi, termasuk pertanian, perdagangan, simpan pinjam, dan jasa. Koperasi simpan pinjam, misalnya, memberikan akses pembiayaan kepada anggotanya dengan suku bunga yang lebih rendah dibandingkan lembaga keuangan konvensional.

       Pengaruh Ideologi Terhadap Sistem Koperasi

       Munculnya koperasi di Eropa dilatarbelakangi oleh depresi ekonomi, tingginya pengangguran, dan kelangkaan barang. Dua ideologi utama, kapitalisme dan sosialisme, memperebutkan kekuasaan pada masa itu. Ideologi kapitalisme berperan sebagai penguasa, sementara sosialisme menjadi antitesisnya. Kemudian muncul ideologi campuran, yang menggabungkan elemen-elemen kapitalisme dan sosialisme. Kebijakan ekonomi negara-negara tersebut dipengaruhi oleh ideologi yang mereka anut, dan hal ini berdampak pada munculnya koperasi sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap sistem kapitalisme.

Dalam sistem koperasi, peran pemerintah dapat dikategorikan sebagai berikut:

  1. Kapitalisme: Pemerintah menjadikan koperasi sebagai alat ukur, penyeimbang, dan penetral dampak negatif sistem kapitalisme. Pemerintah tidak ikut campur dalam jatuh bangunnya koperasi.
  2. Sosialisme: Pemerintah menjadikan koperasi sebagai alat untuk mencapai masyarakat sosialis yang bercorak kolektif. Koperasi berada di bawah pengawasan pemerintah dan tidak memiliki otonomi.
  3. Campuran: Pemerintah menjadikan koperasi sebagai alat untuk mencapai kemakmuran masyarakat yang adil dan merata. Koperasi memegang peran penting dalam struktur perekonomian masyarakat, memiliki otonomi, dan pemerintah bertanggung jawab dalam mengembangkannya.

       Regulasi BMT 

       Diatur oleh sejumlah regulasi yang bertujuan untuk memastikan operasional yang sesuai dengan prinsip syariah. Beberapa regulasi penting yang mengatur BMT antara lain:

  1. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/23/PBI/2009 tentang Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
  2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
  3. Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN-MUI) yang mengatur produk dan layanan BMT.

       Meskipun diatur oleh regulasi tersebut, BMT sering kali menghadapi tantangan dalam implementasinya, terutama terkait dengan pengawasan dan akuntabilitas.

       Regulasi Koperasi

       Koperasi di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, yang memberikan landasan hukum bagi pendirian, pengelolaan, dan pengawasan koperasi. Selain itu, Kementerian Koperasi dan UKM berperan dalam mengawasi dan mengembangkan koperasi di Indonesia.

       Perbandingan BMT dan Koperasi dalam Konteks Indonesia

        Indonesia menganut ideologi Pancasila yang bukan merupakan kapitalisme maupun sosialisme. Berbeda dengan BMT yang tidak terpengaruh oleh ideologi tertentu, melainkan berlandaskan tuntunan Nabi Muhammad SAW dan diteruskan oleh para sahabatnya. Regulasi yang diterapkan saat ini menyebabkan BMT tidak dapat bergerak bebas sesuai dengan jalurnya. Untuk membahas eksistensi antara BMT dan koperasi, seharusnya BMT tidak kalah eksis. Namun, regulasi saat ini secara tidak langsung membatasi pergerakan BMT. Meskipun nantinya ada revisi regulasi terkait koperasi, hasilnya akan tetap sama jika tidak ada regulasi terpisah antara BMT dan koperasi.

       BMT dan koperasi memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia, terutama dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat kecil dan menengah. Meskipun keduanya menghadapi berbagai tantangan, dengan regulasi yang tepat dan dukungan dari pemerintah serta masyarakat, BMT dan koperasi dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Diperlukan regulasi terpisah antara BMT dan koperasi agar BMT dapat beroperasi dengan lebih baik. Terpisahnya regulasi ini akan menghindari tumpang tindih, meningkatkan pendataan, serta memperbaiki sistem pelaporan dan pengawasan. Dengan regulasi terpisah yang jelas antara BMT dan koperasi, peningkatan pengawasan, serta kolaborasi yang baik akan menjadi kunci keberhasilan kedua lembaga ini dalam mencapai tujuan mereka. Diharapkan BMT dan koperasi dapat menunjukkan kinerja yang lebih baik di masa depan.

   Penyunting : Muhammad Nur Bintang Saputra

Peran dan Pertumbuhan Ekonomi Syariah dalam Kesejahteraan Global

 Author : Siti Fatma Azbilia

 Mahasiswi STEI SEBI |Perbankan Syariah 2023

       Pertumbuhan ekonomi syariah yang signifikan telah menarik perhatian investor dan bank dari berbagai negara. Populasi Muslim global terus meningkat, mencapai 1,9 miliar pada tahun 2020 dan diproyeksikan mencapai 2,2 miliar pada tahun 2030. Menurut laporan dari Islamic Financial Services Board (IFSB), dana yang dikelola sesuai dengan prinsip-prinsip syariah telah mencapai lebih dari $3 triliun pada tahun 2023, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 10-15%. Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi syariah telah menjadi pilihan menarik bagi investor yang mencari alternatif yang sesuai dengan nilai-nilai agama mereka. 

       Ekonomi syariah, yang didasarkan pada ajaran Islam, menawarkan alternatif menarik dan menguntungkan bagi model ekonomi dunia. Ekonomi syariah menempatkan kesejahteraan umat manusia sebagai tujuan utama dan bertujuan untuk mengurangi perbedaan (disparitas) sosial serta membantu mereka yang kurang beruntung melalui lembaga seperti zakat, wakaf, dan qard hasan. Beberapa negara telah memperkuat posisi mereka di pasar global. Misalnya, Malaysia dan Indonesia, dua negara dengan populasi mayoritas Muslim, telah menjadi pusat ekonomi syariah yang penting. Malaysia telah mencapai status sebagai “Hub Ekonomi Syariah” di Asia, dengan sektor ini mencakup lebih dari 20% dari Produk Domestik Bruto (PDB) negara. Sementara itu, Indonesia telah menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi syariah tercepat di dunia, dengan pertumbuhan tahunan sebesar 15-20%. 

Definisi Ekonomi Syariah 

       Ekonomi syariah dibangun atas pondasi kuat agama Islam dan mencakup berbagai aspek aktivitas ekonomi, seperti perdagangan, investasi, dan perbankan, yang semuanya dilakukan sesuai dengan hukum Islam. Dalam Islam, produksi adalah proses mencari, membagi, dan mengolah sumber daya untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi manusia (Fitri, 2023). Prinsip-prinsip ekonomi syariah, seperti larangan riba dan spekulasi, dianggap menawarkan stabilitas dan ketahanan ekonomi yang lebih baik dibandingkan sistem keuangan konvensional. Krisis keuangan global 2008 memicu kepercayaan terhadap model keuangan alternatif, termasuk ekonomi syariah. 

Prinsip-Prinsip Dasar Ekonomi Syariah 

  1. Ketaatan pada Hukum Allah (Taqwa): Ekonomi syariah berlandaskan ketaatan pada hukum Allah (syariah) dalam semua aktivitas ekonomi dengan mematuhi aturan Islam dalam penghasilan, pengeluaran, dan alokasi dana. 
  2. Larangan Riba (Bunga): Riba adalah penambahan yang tidak adil dalam transaksi keuangan, seperti mengambil bunga dari pinjaman uang atau mendapatkan keuntungan yang tidak adil dari pinjaman uang. 
  3. Larangan Maysir dan Gharar: Maysir adalah perjudian, sedangkan gharar adalah ketidakpastian atau spekulasi yang berlebihan dalam transaksi. Keduanya dilarang karena dapat menyebabkan ketidakstabilan dan kerugian yang tidak adil. 
  4. Keadilan dan Keseimbangan (Adil dan Merata): Ekonomi syariah mendukung keadilan sosial dan ekonomi, termasuk pemerataan kekayaan di masyarakat. Konsep ini menekankan pentingnya membantu orang yang kurang beruntung dan memastikan bahwa kekayaan tidak terbatas pada segelintir individu atau kelompok. 
  5. Kepatuhan terhadap Syariah (Halal dan Haram): Prinsip Islam harus diterapkan dalam semua transaksi dan aktivitas ekonomi. Barang dan jasa yang diperdagangkan harus dianggap halal (diperbolehkan) menurut hukum Islam, sementara yang haram (dilarang) harus dihindari. 
  6. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Zakat dan Wakaf): Ekonomi syariah mendorong pemberdayaan masyarakat melalui institusi seperti zakat dan wakaf, yang digunakan untuk mendukung kepentingan ekonomi dan sosial yang lebih luas bagi masyarakat secara keseluruhan (Assyifa et al., 2023).

  Peran Lembaga Keuangan Syariah

       Lembaga keuangan syariah di Indonesia memainkan peran penting dalam kesejahteraan sosial masyarakat secara keseluruhan. Berikut adalah beberapa alasan mengapa lembaga keuangan syariah berperan penting dalam kesejahteraan sosial: 

  1. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat: Melalui prinsip-prinsip seperti zakat, infaq, dan wakaf, lembaga keuangan syariah mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dana-dana ini digunakan untuk membantu orang miskin serta mendukung pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan program sosial lainnya yang bermanfaat bagi masyarakat umum. 
  2. Pembiayaan Mikro dan UMKM: Pembiayaan mikro dan usaha kecil menengah (UMKM) adalah pilar ekonomi di banyak negara berkembang, dan lembaga keuangan syariah secara aktif mendukungnya. Ini membantu pengusaha kecil mendapatkan modal yang mereka butuhkan untuk memulai atau memperluas bisnis mereka, yang menghasilkan lapangan kerja baru. 
  3. Pengentasan Kemiskinan: Lembaga keuangan syariah membantu mengurangi kesenjangan sosial dan mengentaskan kemiskinan dengan menekankan keadilan dan distribusi yang adil. Mereka tidak hanya memberikan pinjaman tetapi juga memastikan bahwa keuntungan transaksi dibagi secara adil antara pemberi dan penerima dana. 
  4. Pengelolaan Risiko dan Keberlanjutan: Lembaga keuangan syariah menghindari praktik spekulatif dan mendukung investasi yang memiliki dampak positif bagi masyarakat dan lingkungan, yang membantu meningkatkan stabilitas ekonomi dalam jangka panjang. 
  5. Pendukung Pendidikan dan Kesehatan: Lembaga keuangan syariah dapat membantu sektor-sektor seperti pendidikan dan kesehatan dengan memberikan dukungan keuangan melalui zakat, infaq, dan program sosial lainnya. Hal ini membantu meningkatkan kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat dan meningkatkan kapasitas manusia. 
  6. Konsistensi dengan Nilai-Nilai Sosial dan Agama: Lembaga keuangan syariah beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip moral dan etika Islam, yang mempromosikan tanggung jawab sosial, keadilan, dan kesejahteraan umat manusia. Ini membedakan mereka dari lembaga keuangan konvensional, yang mungkin lebih fokus pada menghasilkan keuntungan (Qadariyah & Permata, 2017). 

        Dengan demikian, ekonomi syariah bukan hanya menyediakan layanan keuangan, tetapi juga berfungsi sebagai pemicu (katalisator) perubahan sosial yang positif dan peningkatan kesejahteraan umum, sesuai dengan nilai-nilai Islam yang inklusif dan berkelanjutan.

Penyunting : Muhammad Nur Bintang Saputra

Bitcoin dan Transaksi Digital: Tinjauan Syariah dan Legalitas di Indonesia

Penulis : Tri Wahyuni (Mahasiswi STEI SEBI 2022)

          Perkembangan sistem pembayaran dan investasi mata uang digital telah mempermudah dan mempercepat transaksi melalui aplikasi di smartphone. Saat ini, muncul Bitcoin (Crypto), sebuah mata uang digital yang diatur oleh blockchain. Bitcoin ditemukan oleh Satoshi Nakamoto pada tahun 2009. Sistem ini mengandalkan jaringan peer-to-peer dan menggunakan kriptografi kunci publik untuk mengelola transaksi. Semua transaksi dibuka untuk umum dan disimpan dalam sebuah database yang didistribusikan.

          Bitcoin memiliki beberapa kelebihan, seperti tidak memiliki biaya transaksi, cepat, dan tidak terikat oleh batas geografis. Namun, Bitcoin juga memiliki beberapa kekurangan, seperti tingkat volatilitas (perubahan) yang tinggi dan tidak memiliki wujud fisik. Dalam perspektif syariah, Bitcoin juga dikritik karena mengandung unsur gharar (ketidakjelasan) dan maysir (spekulasi).

Prinsip-prinsip keuangan syariah yang ditetapkan oleh hukum Islam (syariah) meliputi:

  • Riba: Bitcoin tidak melibatkan bunga atau riba secara langsung. Namun, perdagangan Bitcoin seringkali melibatkan fluktuasi harga yang signifikan, yang bisa dianggap sebagai bentuk spekulasi.
  • Gharar: Salah satu kekhawatiran utama dalam konteks syariah adalah gharar atau ketidakpastian. Harga Bitcoin yang sangat volatil dapat menyebabkan tingkat ketidakpastian yang tinggi, yang dapat dianggap tidak sesuai dengan prinsip syariah.
  • Maisir: Bitcoin sering diperdagangkan dengan tujuan spekulatif, yang mendekati aktivitas perjudian. Ini bisa menjadi masalah jika penggunaan Bitcoin lebih banyak bersifat spekulatif daripada sebagai alat tukar yang sah.
  • Kepemilikan yang Sah: Bitcoin adalah aset digital yang diakui secara luas dan memiliki nilai nyata.

           Penggunaan Bitcoin di Indonesia masih menjadi topik yang dibahas. Menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011, mata uang yang sah digunakan di Indonesia hanya mata uang rupiah. Oleh karena itu, penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran di Indonesia masih belum sah secara hukum. Namun, Bitcoin dapat digunakan sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka. Beberapa pakar menyebutkan bahwa Bitcoin dianggap sebagai komoditas, namun dalam Islam hal itu tidak diperbolehkan.

Dari masalah ini, kita coba melihat Bitcoin dari dua pandangan, yaitu sebagai harta dan mata uang:

  • Bitcoin sebagai Harta: Bitcoin diperlakukan sebagai barang yang dapat diperjualbelikan.
  • Bitcoin sebagai Mata Uang: Bitcoin dapat digunakan untuk membeli barang dalam komunitas yang menerima Bitcoin.

LEGALITAS BITCOIN SEBAGAI ALAT TUKAR DI INDONESIA

          Transaksi digital memiliki potensi besar bagi perekonomian. Harapannya, ada keputusan yang jelas mengenai legalitas Bitcoin di Indonesia. Bank Indonesia (BI) dan pemerintah mendorong transaksi non-tunai agar semakin berkembang. Melihat perdagangan online (e-commerce), bisnis uang elektronik, dan teknologi finansial (fintech) telah mencapai kesuksesan yang fenomenal.

          Beberapa negara telah melegalkan Bitcoin dan kini valid sebagai alat pembayaran. Oleh karena itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), BI, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI), dan seluruh elemen sedang mengkaji langkah yang harus diambil terkait hal tersebut. Untuk jaringan produk, semua jenis produk harus ditetapkan dan disetujui oleh pemerintah.

          Bitcoin adalah alat pembayaran virtual, yang berarti transaksi digital memiliki potensi besar bagi perekonomian. Oleh karena itu, ketiga otoritas tersebut harus bersama-sama mengeluarkan peraturan. BI mengatur uang dan peredarannya, OJK mengatur di mana uang boleh diputar, dan BAPPEBTI mengatur tata cara pemasukan bahan baku sebagai pasar modal.

          Islamic Development Bank (IDB) mendorong negara-negara anggotanya untuk mengembangkan produk keuangan berbasis teknologi blockchain. Faktanya, Dubai saat ini sedang mengembangkan cryptocurrencynya sendiri untuk digunakan di wilayah Uni Emirat Arab (UEA). Hal ini akan memungkinkan pemerintah untuk mengontrol peredaran mata uang virtual (Vendy, 2017).

Penyunting : Muhammad Nur Bintang Saputra