STRATEGI MENYEMBUHKAN TRAUMA BERKOPERASI UNTUK MENGEMBALIKAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT
Dr. Purwoko, M.M.
Dosen MM FEB UAD Yogyakarya dan Pengurus Forum Koperasi Indonesia
Trauma koperasi dapat menjadi hambatan yang signifikan dalam mengembangkan koperasi yang efektif dan berkelanjutan. Trauma ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk pengalaman buruk di masa lalu dan kekhawatiran akan dampak operasi yang tidak jelas. Koperasi bermasalah karena ada kendala dari sisi moral hazard dari pengurus dan pengelola yang memanfaatkan sisi lemah koperasi. Diperlukan terapi besar-besaran untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap koperasi. Bahwa koperasi merupakan badan usaha yang paling tepat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kegiatannya berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Dalam pelaksanaannya sesuai amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang perkoperasian pada pasal 62 Koperasi dengan aset triliunan rupiah pemerintah memberikan bantuan konsultasi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi koperasi dengan tetap memperhatikan Anggaran Dasar dan prinsip-prinsip koperasi. Pemerintah membantu pengembangan jaringan koperasi tertier yang berada di tingkat regional dan internasional. Dengan demikian, kehadiran pemerintah dalam memonitoring koperasi sangat penting untuk meningkatkan kemampuan operasional dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya.
Dampak dari permasalahan pada koperasi yang terus diekspos negatif oleh pemerintah sendiri, mengakibatkan trauma yang mendalam bagi para anggota koperasi. Oleh karena itu, dibutuhkan terapis yang handal untuk mengobati trauma tersebut. Terapis traumatik koperasi harus memulai dengan menyelesaikan permasalahan 12 KSP bermasalah tersebut tanpa harus merugikan anggota.. Penelusuran PPATK terhadap transaksi keuangan KSP bermasalah seharusnya dapat dijadikan dasar untuk mengambil uang yang disembunyikan oleh oknum pengurus atau pengelola KSP. Dibutuhkan keberanian pemerintah untuk membela anggota koperasi. Pemerintah melalui PPATK dan lembaga terkait harus berani mengambil langkah tegas untuk menarik semua uang yang disembunyikan oleh KSP bermasalah, dan mengembalikannya kepada anggota. Langkah awal ini hanya membutuhkan keberanian dan keberpihakan pemerintah terhadap koperasi. Penjahatnya sudah jelas, korbannya sudah menangis keras, buktinya sudah ada di depan mata, maka pemerintah harus berani dan tegas bertindak untuk menyembuhkan trauma koperasi.
Langkah selanjutnya, terapi trauma koperasi harus dilakukan dengan melakukan pendekatan sosial yang mengedepankan budaya Indonesia, diikuti dengan literasi yang baik tentang sektor ekonomi koperasi, dan kedua hal tersebut hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kompetensi di bidang koperasi, yang tidak hanya berteori berdasarkan jurnal-jurnal ilmiah dan setumpuk buku-buku tentang koperasi, tetapi harus dilakukan oleh orang-orang yang pernah menjadi praktisi koperasi. Pendekatan yang harmonis terhadap koperasi akan menjadi alat terapi yang manjur untuk mengobati trauma berkoperasi.