Peran Zakat dan Wakaf dalam Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia

Oleh : Muhammad Nur Bintang Saputra

Asisten Peneliti SIBERC, STEI SEBI dan Mahasantri Ruang Baik

Indonesia, sebagai negara berkembang, menghadapi tantangan serius dalam mengatasi tingkat kemiskinan yang tinggi, yang disebabkan oleh kurangnya lapangan pekerjaan dan modal yang memadai. Data terbaru dari Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada Maret 2023, sekitar 25,90 juta penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan, dengan pengeluaran bulanan per kapita kurang dari Rp 550.458. Indeks kemiskinan juga menggambarkan tingkat keparahan kondisi kemiskinan di berbagai wilayah.

Dalam konteks ini, zakat dan wakaf memiliki peran penting sebagai instrumen untuk mengurangi kemiskinan. Zakat, sebagai salah satu rukun Islam, bukan hanya kewajiban agama bagi umat Islam yang mampu, tetapi juga memiliki potensi besar sebagai alat pemberdayaan ekonomi dan sosial. Zakat produktif, misalnya, adalah strategi yang mengalokasikan dana zakat untuk modal usaha dan program pemberdayaan, dengan tujuan menghasilkan manfaat jangka panjang bagi para mustahik.

Sementara itu, wakaf telah lama menjadi instrumen filantropi Islam yang efektif dalam memajukan kesejahteraan masyarakat. Aset wakaf dikelola secara produktif untuk menghasilkan pendapatan berkelanjutan, yang secara langsung memberikan manfaat jangka panjang bagi penerima manfaat. Pengelolaan wakaf yang berdasarkan prinsip syariah tidak hanya mencegah praktik riba, tetapi juga memastikan keberlangsungan program yang berkelanjutan sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Dalam menghadapi dinamika zaman dan kompleksitas kebutuhan masyarakat, paradigma wakaf perlu berubah dan berkembang agar potensinya dapat dimaksimalkan. Paradigma wakaf telah berevolusi dari model berbasis input (wakaf 1.0) menuju paradigma transformatif (wakaf 4.0). Paradigma ini menekankan peningkatan nilai tambah (wakaf 2.0) melalui peningkatan jumlah wakif dan pengelolaan aset yang lebih profesional. Selanjutnya, wakaf 3.0 mengoptimalkan distribusi manfaat dengan mempertimbangkan kebutuhan penerima manfaat secara menyeluruh, sambil memberdayakan mereka untuk mencapai kemandirian. Puncaknya, wakaf 4.0 mendorong penerima manfaat untuk bertransformasi menjadi wakif baru melalui pendampingan, pelatihan, dan akses permodalan, serta menanamkan nilai-nilai wakaf sebagai bagian dari pengembangan komunitas yang berkelanjutan.

Baca Juga  Jual Beli dan Sewa Balik, Sale and Leaseback

Di dalam upaya penanggulangan kemiskinan melalui implementasi zakat dan wakaf, Yayasan Ruang Baik Bersama telah membangun Wakaf Sumur Bor yang menyediakan sumber air bagi 40.168 warga. Sumur-sumur ini tersebar di 77 lokasi di 34 Provinsi seperti Banten, Bogor, NTT, dan Maluku. Sementara itu, BAZNAS RI telah berhasil mengurangi tingkat kemiskinan bagi 54.081 orang, mencapai 58,76% dari target yang ditetapkan. Dari jumlah tersebut, 21.140 orang termasuk dalam kategori kemiskinan ekstrem. Melalui Program Zmart, BAZNAS RI juga turut membantu mengentaskan kemiskinan dengan mengembangkan warung atau toko milik mustahik.

Dengan fokus pada peningkatan nilai tambah, optimalisasi distribusi manfaat, pemberdayaan penerima manfaat, dan transformasi menjadi wakif baru, zakat dan wakaf dapat menjadi instrumen filantropi yang efektif dan berkelanjutan untuk membangun umat yang sejahtera dan mandiri.