Belajar dari Koperasi Mondragon

Oleh: Iwan Rudi Saktiawan, SSi, MAg, CIRBD

Pakar Keuangan Mikro dan Koperasi Syariah

Tulisan ini melanjutkan tulisan sebelumnya yang dimuat pada website Ikosindo, yakni “Mondragon, Koperasi atau Korporasi?”.  Koperasi Mondragon merupakan sebuah multinational corporation dengan asset Rp196,65 T (World Cooperative Monitor, 2022) yang beroperasi di 150 negara. Koperasi Mondragon tidak “sim salabim” menjadi sebuah korporasi raksasa multinasional, namun dimulai dari skala yang sangat mikro. Mondragon dirintis di tahun 1956 oleh 5 orang anak Sekolah Teknik Menengah (STM). Mereka datang ke seorang pastur Ordo Jesuit bernama José María Arizmendiarrieta Madariaga untuk mencari kerja. Alih-alih disalurkan sebagai pekerja, mereka dimotivasi untuk membuka lapangan pekerjaan sendiri.

Mulailah kelima anak tersebut membuat alat pemanas dan menjualnya kepada para tetangganya. Berawal dari orang dalam hitungan jari, kini Mondragon telah memiliki 80 ribu anggota yang merupakan pekerja di perusahaan-perusahaan koperasi Mondragon. Koperasi Mondragon merupakan gabungan dari 95 koperasi. Sedangkan sektor usaha Mondragon ada di empat sektor yakni: keuangan, industri (manufaktur), retail, dan pendidikan.

Koperasi Mondragon merupakan Worker Cooperative atau biasa diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia sebagai koperasi pekerja.   Konsep koperasi pekerja sangat berbeda dengan koperasi karyawan (kopkar) yang ada di Indonesia. Kopkar adalah koperasi yang anggotanya adalah para karyawan (yang umumnya) dari instansi atau perusahaan yang sama.  Dengan demikian, penamaan kopkar menunjukkan bahwa anggotanya adalah karyawan (pada suatu instansi/perusahaan tertentu), namun tidak menunjukkan jenis atau karakteristik koperasinya, karena untuk kopkar, jenis koperasinya bisa beragam yakni koperasi simpan – pinjam, koperasi konsumen, koperasi jasa dan lain-lain.  Pada kopkar, koperasi dan perusahaan adalah dua hal yang berbeda.  Sedangkan koperasi pekerja adalah adalah sebuah perusahaan yang pemiliknya para pekerja.

Baca Juga  Koperasi Sekunder dan Strategi Kura-kura Mengalahkan Kancil

Untuk lebih jelasnya, penulis memberikan contoh dengan Kopkar “Bumi” dan Koperasi Pekerja “Langit”. “Bumi” dan “Langit” adalah nama dari perusahaan yang dalam contoh ini sama-sama merupakan perusahaan yang memproduksi mobil listrik.  Kopkar “Bumi” adalah sebuah koperasi yang anggotanya para karyawan di perusahaan “BumI”. Pemilik Perusahaan “Bumi” adalah beberapa orang pemilik saham perusahaan tersebut. Koperasi dengan Perusahaan, tidak ada hubungan kepemilikan.  Sedangkan pada Koperasi Pekerja “Langit”, para pekerja di perusahaan “Langit” adalah pemilik dari perusahaan “Langi” tersebut. Koperasi “Langit” dan Perusahaan “Langit”, ya itu-itu juga.

Konsep koperasi pekerja, sebenarnya sudah lazim di dunia perkoperasian internasional.  Sayangnya konsep koperasi pekerja belum diterapkan di Indonesia. Ciri utama koperasi pekerja adalah pekerja merupakan pemilik dari perusahaan tempat mereka bekerja. Dengan konsekuensi itu, maka pemegang kekuasaan tertinggi di perusahaan tersebut ada pada pekerja itu sendiri. Ini sangat berbeda dengan perseroan terbatas (PT), di mana kekuasaan tertinggi ada pada pesaham melalui rapat umum pemegang saham (RUPS), sedangkan para pekerja umumnya tidak memiliki saham di perusahaan tersebut.

Pekerja pada korporasi yang merupakan koperasi pekerja, tetap memiliki hierarki yang karenanya ada perbedaan skala gaji. Namun umumnya, pada koperas pekerja, gradasi serta perbedaan antara gaji tertinggi dan terendah sangat kecil. Sebagai contoh, untuk Mondragon, perbedaan gaji tertinggi dan terkecil hanya 6 kali berbeda dengan perusahaan multinasional lainnya yang bisa mencapai 200 kali.

Dalam suatu perusahaan berbentuk PT, umumnya ada dikotomi antara pekerja yang diwakili oleh serikat pekerja dengan perusahaan yang diwakili oleh eksekutif atau direksinya. Namun pada perusahaan yang berbentuk koperasi pekerja, tidak ada dikotomi itu, karena perusahaan adalah pekerja itu sendiri. Pada perusahaan yang merupakan koperasi pekerja, tujuan untuk memajukan perusahaan adalah aspirasi pekerja, aspirasi untuk mensejahterakan pekerja adalah tujuan perusahaan.

Baca Juga  Selamat Datang di Era Attention Economy

Dengan bersatunya tujuan/aspirasi perusahaan dan pekerja, maka keunggulan koperasi pekerja adalah meningkatnya produktivitas pekerja. Pekerja lebih termotivasi untuk bekerja lebih giat karena kemajuan dari perusahaan akan berdampak juga bagi yang bersangkutan selain gaji yang diterimanya yakni sisa hasil usaha, pembagian keuntungan dari usaha Perusahaan.

Seperti kita ketahui, posisi atau jabatan terkadang terbatas. Meskipun Perusahaan berkembang pesat ada orang-orang tertentu yang kurang memungkinkan memiliki kenaikan pangkat yang significant. Pada koperasi pekerja, karena pekerja adalah pemilik perusahaan, maka imbalan yang diterima oleh pekerja atas kemajuan perusahaan tidak hanya pada kenaikan gaji akibat kenaikan pangkat, namun juga dari pembagian sisa hasil usaha (SHU) koperasi.

Dengan iklim yang demokratis, maka masukan-masukan yang kontruktif bisa segera disampaikan dan diserap oleh perusahaan, yang dampaknya perusahaan bisa lebih cepat maju. Selain itu, karena perusahaan adalah milik pekerja, maka rasa tanggungjawab pekerja meluas tidak terbatas pada lingkup pekerjaannya saja. Umumnya, pekerja merasa bertanggungjawab hanya atas lingkup tugasnya saja. Selama itu tidak menyangkut target kinerjanya, umumnya pekerja kurang peduli. Ini berbeda ketika pekerja adalah pemilik perusahaan itu sendiri. Maka rasa tanggungjawabnya “melebar” ke seluruh lingkup perusahaan.

Semoga tulisan ini memotivasi dan menginspirasi bahwa koperasi itu bisa menjadi “raksasa” korporasi multinasional. Selain itu kita bisa belajar tentang jenis koperasi baru yang belum ada di Indonesia yakni Worker Cooperative (koperasi pekerja). Kabar gembiranya, pada RUU perkoperasian yang tengah digodok, model koperasi pekerja seperti Mondragon menjadi memungkinkan diwujudkan.

   Iwan Rudi Saktiawan, SSi, MAg, CIRBD (Pakar Keuangan Mikro dan Koperasi Syariah)