Rocky dan Musuh Terbesar Koperasi
Oleh: Iwan Rudi Saktiawan, SSi, MAg, CIRBD (Pakar Keuangan Mikro dan Koperasi Syariah)
Siapa Musuh Terbesar Kita?
“Siapakah musuh terbesarmu?”tanya Rocky Balboa, saat melatih Tonny Gunn agar menjadi juara dunia tinju seperti dirinya, pada salah satu adegan di film Rocky V. Kemudian pada film itu, Rocky memberikan jawaban atas pertanyaan itu bahwa musuh terbesar itu bukanlah orang lain atau apa yang ada di luar diri kita, namun musuh terbesar itu adalah apa yang ada dalam diri kita, yakni rasa takut. Kutipan itu pun ada juga pada film Rocky pertama, film pemenang Academy Award atau yang dikenal sebagai piala Oscar. Ada yang berpendapat bahwa film Rocky (pertama) sebenarnya bukanlah film laga, namun film yang penuh motivasi, namun dibungkus dalam film laga (tinju).
Namun stop dulu pembahasan tentan film Rocky beserta sekuel-sekuelnya. Tulisan ini tidak akan mengulas perfilman, juga tidak akan mengupas tentang “bagaimana mengalahkan rasa takut”.
Tulisan ini tentang koperasi, namun saya awali dengan kutipan di film Rocky untuk mengingatkan, bahwa musuh terbesar kita, termasuk musuh terbesar koperasi, ternyata bukan hal yang jauh, bukanlah orang lain atau yang ada di luar kita, justru musuh terbesar sebenarnya justru ada di dalam diri kita. Untuk seorang petinju, musuh terbesarnya adalah rasa takut. Lalu, untuk koperasi apa musuh terbesarnya?
Musuh terbesar gerakan koperasi bukan kapitalisme, otoriterisme, atau yang lainnya yang semuanya berada di luar koperasi. Benar, itu adalah musuh, namun bukan musuh terbesar gerakan koperasi. Musuh terbesar gerakan koperasi, justru berada di dalam koperasi itu sendiri. Musuh terbesar itu adalah kurang maksimalnya ikhtiar dari koperasi untuk bekerja sama (bersatu) dengan koperasi-koperasi lainnya. Dengan kata lain, musuh terbesar gerakan koperasi adalah “sikap egois.”
Kerjasama Adalah Prinsip Koperasi
Jangan berani menyebut koperasi bila dalam dirinya tidak mau kerjasama dengan koperasi lain. Mengapa? Karena koperasi sesuai akar katanya yakni co-operation, yang artinya kerjasama. Kerjasama tersebut berkenaan antar sesama anggota dalam satu koperasi, juga kerjasama antar koperasi. Oleh karena itu, tidak heran bila kerjasama antar koperasi adalah salah satu prinsip koperasi. Dalam UU nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian, kerjasama koperasi menjadi prinsip ketujuh yang lebih tepatnya ada pada pasal 5 ayat (2) butir (b). Kerjasama, bahkan sampai tahap peleburan antar koperasi, selain menjadi prinsip koperasi bahkan menjadi salah satu ciri keberhasilan gerakan koperasi dunia.
Beberapa koperasi simpan pinjam (KSP) terbesar dunia telah mencontohkan hal tersebut. Sebagai contoh adalah KSP BVR yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai The National Association of German Cooperative Banks dari Jerman. BVR beranggota 1.052 koperasi bank di Jerman (2015). Data ini telah membuktikan bahwa kerjasama antarkoperasi bisa menjadikan KSP menjadi lembaga keuangan besar kelas dunia. Demikian juga dengan koperasi kelas dunia lain seperti Zen-Noh dari Jepang, Mondragon dari Spanyol, Credit Agricole dari Perancis, dan lain-lain.
Berbeda dengan belahan dunia lainnya, di Indonesia yang banyak terjadi adalah sebaliknya. Ketika suatu koperasi sukses, beberapa pengurus atau tokoh senior di koperasi tersebut keluar dan mendirikan koperasi baru. Umumnya, koperasi baru tersebut kemudian menjadi pesaing koperasi lamanya. Bisa jadi, fenomena ini menjadi salah satu penyebab mengapa koperasi di Indonesia kurang berkembang.
Memang merupakan suatu realita, bahwa di manapun itu, baik di instansi pemerintahan, PT ataupun koperasi, alokasi jabatan akan seperti piramid. Makin ke atas, posisi jabatan akan semakin sedikit. Sehingga seiring waktu, alokasi jabatan untuk para senior makin sedikit pula. Alih-alih mendirikan koperasi yang akan menjadi pesaing, maka para senior yang tidak teralokasi pada jabatan yang ada dan punya semangat untuk mendirikan koperasi baru, tetap didukung untuk mendirikan koperasi baru namun diikat dalam suatu koperasi sekunder. Dengan demikian, sinergi antarkoperasi terwujud, ekspresi prestasi personal pun terwadahi.
Menariknya, di luar negeri koperasi kecil bergabung menjadi koperasi super besar namun asetnya terakumulasi dan ada proses kesatuan atau sinergi management dengan tetap menghargai otonomi masing-masing koperasi anggotanya. Hal ini mungkin perlu direkognisi pada regulasi di Indonesia, sehingga menstimulan kerjasama antar koperasi.
Dengan kata lain idenya adalah koperasi-koperasi berskala “kecil”bergabung menjadi koperasi, yang secara manajemen dalam satu kesatunan (holding), namun masing-masing masih memiliki otonomi atau kekhasannya masing-masing. Dengan demikian, aspirasi dan keragaman anggota terwadahi. Bila ini ada, maka aturan baru perkoperasian (Permenkop nomor 8 tahun 2023) yang menyatakan perlu modal minimal yang tinggi, tidak lagi menjadi masalah. Beberapa koperasi kecil yang ada bisa menjadi satu koperasi yang sesuai standar sehingga nominal modal minimumnyanya tercapai. Maka, sebagai koperasi, tentu seharusnya tidak perlu ada keengganan untuk bergabung “antar koperasi” menjadi “satu koperasi.” Kalau masih ada keengganan, jangan sebut dirinya koperasi, karena salah satu prinsip koperasi adalah kerjasama.
Koperasi beroperasi di wilayah bisnis. Volume usaha atau skala ekonomi menjadi salah satu kunci keberhasilan suatu bisnis. Setiap jenis bisnis memiliki karakteristik berbeda sehingga skala ekonomi minimalnya pun berbeda. Untuk korporasi berbentuk non koperasi, maka pencapaiannya bisa dilakukan oleh beberapa orang, karena seperti PT misalnya, merupakan korporasi berupa himpunan modal. Sedangkan untuk koperasi, karena merupakan himpunan orang, maka jumlah anggota yang banyak yang diperlukan agar dapat mencapai nominal minimal modal sesuai skala bisnis yang diperlukan. Untuk koperasi jenis koperasi simpan pinjam (KSP) atau Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) memang membutuhkan modal yang besar dibandingkan dengan jenis koperasi lainnya karena karakteristik usahanya demikian. Sebagai contoh, untuk model grameen, baru bisa BEP bila telah mencapai anggota minimal sebanyak tiga ribu orang.
Bila kita kembali dengan film pememang piala Oscar yakni Rocky, maka keberhasilan menjadi petinju yang sukses adalah yang bisa mengalahkan terlebih dahulu musuh yang ada di dalam diri kita sendiri. Memang itu tidak mudah, tetapi itulah kunci sukses menjadi juara tinju dunia. Demikian juga dengan gerakan koperasi, agar sukses maka harus bisa “mengalahkan” musuh yang ada di dalam diri koperasinya masing-masing, yakni sikap “egois.” Itu tidak mudah, namun itulah tiket menjadi koperasi kelas dunia.
Penulis adalah pakar keuangan mikro dan koperasi syariah
Iwan Rudi Saktiawan, SSi, MAg, CIRBD (Pakar Keuangan Mikro dan Koperasi Syariah)