Indonesia Menjadi Produsen Ekonomi Syariah Dunia: Potensi Besar, Tantangan Nyata
/0 Comments/in Berita/by administratorPenulis: Tsabita Nuha Kautsar Ilmi Ar-Rabbani
(Mahasiswa IAI SEBI and Beasiswa 100%)
Indonesia Menjadi Produsen Ekonomi Syariah Dunia: Potensi Besar, Tantangan Nyata
Indonesia, sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, kini berada pada momentum penting dalam membangun ekosistem ekonomi syariah. Tidak berlebihan jika banyak pihak meyakini bahwa Indonesia berpeluang besar menjadi produsen ekonomi syariah dunia, bukan hanya sebagai pasar.
Laporan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa proyeksi aset keuangan syariah Indonesia pada Kuartal I 2025 mencapai 25,1% dengan total aset sebesar Rp 9.529,21 triliun. Angka ini mencerminkan pertumbuhan konsisten industri keuangan syariah, khususnya di sektor perbankan. Tak hanya itu, Laporan State of the Global Islamic Economy (SGIE) 2024 menempatkan Indonesia pada peringkat 3 dunia, setelah Malaysia dan Arab Saudi. Capaian ini didukung oleh kekuatan di sektor makanan halal, fesyen muslim, dan pariwisata halal yang terus berkembang.
Peluang Strategis: Dari UMKM hingga Pasar Global
- Industri Halal: Indonesia punya potensi besar sebagai pemasok utama, khususnya di bidang makanan halal dan modest fashion, sebagaimana terlihat dari data Bank Indonesia tahun 2022 yang menunjukkan bahwa total pangsa pasar industri halal Indonesia terhadap pangsa pasar global itu mencapai 11,34% dan diproyeksikan akan meningkat sebesar 14,96% pada 2025.
- UMKM Syariah: Lebih dari 65 juta UMKM dapat menjadi motor penggerak dengan dukungan pembiayaan syariah.
- Pasar Modal Syariah: Kapitalisasi pasar saham syariah Indonesia sudah mencapai mencapai Rp8.485,79 triliun sejak awal tahun sampai 8 Agustus 2025 (year to date/ytd). Nilai tersebut melonjak 24,33 persen dari posisi di 2024 yang senilai Rp6.825,31 triliun.
Meski peluang terbuka lebar, jalan menuju “produsen ekonomi syariah dunia” bukan tanpa hambatan:
- Literasi Keuangan Syariah Masih Rendah: Survei OJK 2025 menunjukkan Indeks literasi dan inklusi keuangan syariah masing-masing tercatat menjadi 43,42 persen dan 13,41 persen. Sedangkan indeks literasi dan inklusi keuangan konvensional (metode keberlanjutan) masing-masing 66,45 persen dan 79,71 persen, jauh tertinggal dari literasi keuangan konvensional.
- Sertifikasi Halal UMKM: Masih banyak pelaku usaha kecil yang kesulitan dalam proses sertifikasi halal karena biaya, akses informasi, dan birokrasi.
- Ekspor Produk Halal: Indonesia masih lebih banyak mengimpor dibanding mengekspor produk halal. Padahal, untuk menjadi produsen global, ekspor harus diperkuat.
Agar mimpi besar ini terwujud, perlu sinergi antara pemerintah, industri, dan masyarakat. Pemerintah melalui Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) sudah menyiapkan roadmap, namun implementasi di lapangan butuh akselerasi nyata.
Industri, terutama bank dan lembaga keuangan syariah, perlu memperluas akses pembiayaan bagi UMKM halal. Sementara masyarakat bisa mendukung dengan meningkatkan literasi, menggunakan produk halal, dan mengutamakan layanan keuangan syariah.
Indonesia sedang berada di jalur yang tepat. Potensi pasar besar, dukungan regulasi, serta meningkatnya kesadaran halal menjadi modal utama. Namun, tanpa strategi yang konkret, Indonesia hanya akan menjadi konsumen besar, bukan produsen utama.
Jika literasi, sertifikasi, dan ekspor halal bisa ditingkatkan, bukan mustahil dalam satu dekade ke depan Indonesia benar-benar tampil sebagai produsen ekonomi syariah dunia.
Penyunting: Muhammad Nur Bintang Saputra
