Sekilas Sejarah BMT

Oleh Iwan Rudi Saktiawan, SSi, MAg, CIRBD

Istilah BMT yang merupakan singkatan dari Baitul Maal wat Tamwiil sudah mulai dikenal oleh masyarakat di Indonesia, meskipun mungkin baru sebagian kecil.  Namun bagi yang sudah mengenal istilah BMT pun, belum pasti tahu tentang makna sebenarnya dari BMT dan sejarahnya di Indonesia. Untuk itu, pada tulisan ini, dengan merangkum dari berbagai sumber penulis secara ringkas menyajikan sejarah BMT.

Secara etimologis, BMT terdiri dari dua frasa yaitu Baitul Maal (BM) dan Baytut Tamwil (BT). BM artinya Rumah Harta sementara BT artinya Rumah Pengembangan Usaha atau Pembiayaan. BM merupakan lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang bersifat nirlaba (sosial) yang sumber dananya berasal dari zakat, infaq dan shadaqah (ZIS), atau sumber lain yang halal, kemudian disalurkan atau didayagunakan kepada mustahiq atau yang berhak. Adapun BT adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang bersifat profit motif (mencari keuntungan). Dengan demikian, maka BMT merupakan lembaga keuangan yang mensenyawakan BMT (non komersil) dan BT (komersil).

BM sendiri sudah ada sejak zaman Rasulullah Muhammad SAW dimana pada saat itu seluruh harta yang bersumber dari zakat, infak, sedekah, wakaf, ghanimah (rampasan perang) dan fa’i (rampasan non peperangan) dikumpulkan di lembaga BM. Keberadaan BM sangat membantu perekonomian orang miskin karena kebutuhan finansial mereka dapat dipenuhi oleh BM yang dikelola oleh Amil yang bertanggung jawab langsung kepada Rasulullah dan atau kepada Khalifah atau pemimpin Islam pada masa itu.

Di Indonesia sendiri sejarah BMT dimulai tahun 1980 dengan berdirinya Koperasi Jasa Keahlian Teknosa pada tahun 1980, yang menjadi cikal bakal Baitut Tamwiil (BT) Teknosa tahun 1984. Setelah itu, pada tahun 1988 berdiri BT Ridho Gusti di Jakarta. Kedua lembaga tersebut tidak bertahan lama, kemudian tidak terdengar perkembangannya.

Era 90-an dianggap sebagai era titik tolaknya penumbuhan BMT di Indonesia,  yang terus berlanjut hingga saat ini. Hal ini diantaranya distimulan oleh pendirian BMT Bina Insan Kamil (BIK) di Jakarta, pada tahun 1992. Hal lain pada era tersebut terstimulan dengan disahkannya UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang mencantumkan kebebasan penentuan imbalan dan sistem keuangan bagi hasil, juga dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 yang memberikan batasan tegas bahwa bank diperbolehkan melakukan kegiatan usaha dengan berdasarkan prinsip bagi hasil.

Baca Juga  Pandangan Fikih Tentang Gadai Emas

Pada tahun-tahun awal gerakan BMT, BMT hanya berbentuk KSM Syariah (Kelompok Swadaya Masyarakat Berlandaskan Syariah) namun pola operasinya layaknya sebuah bank (menghimpun dan menggulirkan dana). Diklasifikasikannya BMT ke dalam KSM Syariah saat itu semata-mata hanya untuk menghindari jeratan hukum sebagai bank gelap. Hal ini terkait dengan peraturan Bank Indonesia yang memiliki program PHBK Bank Indonesia (Pola Hubungan kerja sama antara Bank dengan Kelompok Swadaya Masyarakat).

Seiring dengan adanya Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang menyebutkan bahwa segala kegiatan dalam bentuk penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan menyalurkan dalam bentuk kredit harus berbentuk bank, maka muncullah beberapa LPSM (Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat) yang mencoba memayungi KSM BMT.

LPSM tersebut pada awalnya dimotori oleh Pusat Pengkajian dan Pembinaan Usaha Kecil (P3UK) pimpinan Aries Mufti, PINBUK (didirikan oleh ICMI) pimpinan Prof. Amin Aziz (alm) dan Forum Ekonomi Syariah (FES) Dompet Dhuafa Republika pimpinan Erie Sudewo.

LPSM ini berusaha memfasilitasi KSM BMT untuk mendapatkan bantuan dana dari BMI (Bank Muamalat Indonesia), yang merupakan satu-satunya Bank Umum Syariah pada waktu itu, untuk pengembangan usahanya. Selain itu, LPSM ini juga menjadi fasilitator bagi pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) KSM BMT.

Perkembangan ini dibarengi dengan kesadaran pemerintah akan makna Pasal 33 Ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa perekonomian Indonesia dibangun atas dasar asas kekeluargaan, sehingga asas kemakmuran masyarakat merupakan poin utama. Dari asas inilah, kemudian dipahami bahwa bentuk usaha yang tepat dan sesuai dengan semangat pasal ini adalah koperasi. Dari kesadaran ini, pemerintah mensahkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1992 pada tanggal 12 Oktober 1992 Tentang Perkoperasian.

Baca Juga  BMT Rismada

BMT yang memiliki basis kegiatan ekonomi rakyat yang berpegang teguh pada asas dari anggota, oleh anggota dan untuk anggota, sesuai dengan Undang-Undang tersebut, berhak menggunakan badan hukum koperasi.

Perkembangan berikutbya, selain peraturan tentang koperasi dengan segala bentuk usahanya, BMT diatur secara khusus dengan Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS). Dengan keputusan ini, segala sesuatu yang terkait dengan pendirian dan pengawasan BMT berada di bawah Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

Perkembangan terkini, nama badan hukum untuk BMT tidak lagi KJKS namun Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah.  Hal ini setelah diterbitkannya Peraturan Menteri Koperasi Dan Usaha Kecil Dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS) dan Unit Simpan Pinjam Pembiayaan Syariah (USPPS).

Dengan aturan yang terbaru, nama legal koperasi untuk BMT adalah Koperasi Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah (KSPPS). Saat ini, nama tersebut secara resmi sering diiringi oleh BMT, sebagai contoh adalah KSPPS BMT Bina Sejahtera. Ada juga yang langsung mencantumkan KSPPS tanpa adanya BMT, misalnya adalah KSPPS Bina Sejahtera.  Nama Bina Sejahtera di tulisan ini untuk contoh saja.

Selanjutnya ada pengkategorian baru untuk Institusi Keuangan Mikro Syariah (IKMS) di Indonesia dengan lahirnya UU nomor 1 tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro yakni Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS).  Dari dua jenis IKMS tersebut, saat ini koperasi syariah yang bergerak di kegiatan simpan – pembiayaan mayoritas merupakan KSPPS