Mengenal Grameen Bank Lending Methodology
Oleh Iwan Rudi Saktiawan, SSi, MAg, CIRBD
Pakar Koperasi dan Keuangan Mikro Syariah
Tulisan ini pun menyambung tulisan saya sebelumnya, yakni “Mengenal Group Lending dan Individual Lending”. Model Grameen Bank adalah salah satu model Keuangan Mikro (KM) yang menggunakan pendekatan kelompok.
Grameen Bank telah mendapatkan banyak penghargaan atas prestasinya, yang paling populer adalah hadiah nobel perdamaian pada tahun 2006. Grameen Bank dirintis pada tahun 1976 oleh Profesor M Yunus yang saat itu sudah menjabat ketua Program Ekonomi dan Pedesaan Universitas Chittagong, Bangladesh. Hingga kurun hampir 30 tahun, model Grameen Bank sudah direplikasi di lebih 100 negara, yang umumnya berhasil, termasuk di Indonesia.
Menariknya, hampir semua yang melaksanakan model Grameen tingkat pengembaliannya baik. PAR-nya umumnya kurang dari 5%. Salah satu hasil penelitian menunjukkan bahwa 54% anggota Grameen Bank bisa berhasil keluar dari kemiskinan, 16% dalam pengembangan, 27% masih berada dalam kemiskinan, dan hanya 3% dinyatakan gagal mengikuti program Grameen Bank (Ir. Teuku M Syarif, MSi, Infokop no 29 tahun XXII, 2006).
Sejak tahun 1983, Grameen menjadi bank formal dengan UU khusus. Meski berbadan hukum, Grameen Bank tetap bisa melayani masyarakat miskin yang tidak terlayani oleh bank lainnya. Malah kini sudah ada inovasi baru untuk melayani para pengemis. Jadi, bukan hanya untuk masyarakat miskin yang memiliki usaha, bahkan untuk masyarakat miskin yang sudah malas berusaha, mampu dibina sehingga menjadi produktif.
Dalam hal ini merupakan suatu pembelajaran bagi Indonesia bahwa sebenarnya badan hukum bukanlah kendala untuk tetap konsisten melayani masyarakat yang selama ini tidak terlayani oleh bank atau lembaga keuangan formal. Yang perlu kita lakukan adalah melakukan advokasi kebijakan agar hukum yang ada berpihak pada pelayanan masyarakat lapis bawah. Sehingga, seperti halnya Grameen Bank mendapatkan UU khusus, Indonensia perlu memiliki UU yang secara khusus dapat membuka akses yang lebih luas dan dalam bagi pengusaha mikro tanpa jaminan.
Di Indonesia beberapa lembaga keuangan mikro menerapkan model Grameen, di antaranya adalah Koperasi Baytul Ikhtiar, Mitra Bisnis Keluarga Ventura, Koperasi Mitra Dhuafa, Koperasi Amartha, Koperasi Syariah Benteng Mikro Indonesia, BMT Ukhuwah Bekasi, dan lain-lain. Mengenai institusi keuangan mikro syariah (IKMS) yang menerapkan model grameen tersebut dapat kita search di internet guna mengetahui profilnya secara lebih dalam.
Yanga menarik tentang model Grameen, siapapun yang menggunakan modelnya tidak harus membayar royalti kepada penemu modelnya. Bahkan, panduan replikasinya atau panduan mendirikan model Grameen Bank bisa kita dapatkan gratis di dunia maya, resmi dari Grameen Foundation.
Secara umum, tahapan pelayanan model Grameen Bank adalah sebagai berikut. (1) Sosialisasi kepada masyarakat di kelurahan; (2) Pendaftaran masyarakat miskin yang berminat; (3) Uji Kelayakan calon penerima manfaat; (4) Pelatihan Wajib Kelompok; (5) Pengajuan Pinjaman; (6) Pencairan pinjaman; dan (7) Pertemuan Rutin Mingguan untuk transaksi keuangan
Umumnya setiap lembaga yang mereplikasi dimungkinkan memiliki istilah yang berbeda ataupun modifikasi tahapan serta modifikasi lainnya. Oleh karena itu, dalam tulisan ini sangat dimungkinkan memiliki istilah dan rincian yang berbeda untuk masing-masing replikator grameen, namun yang dibahas pada tulisan ini adalah substansinya, yakni mengenal lending methodology pada Grameen Bank.
Berikut ini langkah-langkah tersebut akan diperdalam dalam bentuk tabel, termasuk ada tabel pembelajaran dan refleksinya.
Tahapan | Penjelasan | Refleksi & Pembelajaran |
1. Sosialisasi kepada masyarakat di kelurahan | Mensosialisasikan tahapan proses, persyaratan, dan kriteria yang berhak mendapatkan layanan simpan – pinjam. | Kegiatan ini umumnya dilakukan pada setiap program atau IKM(S) yang memulai program atau membuka wilayah baru. |
2. Pendaftaran masyarakat miskin yang berminat | Pendaftaran umumnya dilakukan pada hari yang sama, pasca sosialisasi. Pendaftaran dilakukan sederhana. Terkadang cukup nama dengan alamat ditambah no HP bila ada. Bagi yang hadir dan memenuhi persyaratan, diminta mencari lagi temannya, yang dia anggap baik dan dipercaya untuk bergabung dalam kelompok kecil berjumlah 5 orang. | Mekanisme pendaftarannya menghindari kerumitan. Hal ini untuk mencegah, jangan sampai belum memulai terlibat, namun sudah berkesan rumit di masyarakat lapis bawah. |
3. Uji Kelayakan calon penerima manfaat | Petugas datang ke setiap rumah pendaftar, termasuk yang diusulkan. Selain itu datang ke tetangganya untuk mengetahui profil singkat calon anggota kelompok. Adanya data tentang keuangan dan usaha, hanya memastikan adanya pendapatan yg diperkirakan akan mampu untuk mencicilan pinjaman kelak. Tidak ada analisis rumit, seperti analisis feasibily calon peminjam Bank. Yang terpenting adalah memastikan bahwa calon anggota kelompok adalah benar-benar masyarakat miskin. Yang umumnya ditolak, justru karena yang bersangkutan tidak miskin, bukan karena tidak layak secara bisnis. | Penggalian data calon anggota kelompok dilakukan SEBELUM pembentukan kelompok. Dengan demikian, yang masuk ke dalam suatu kelompok, sudah dipastikan oleh petugas memenuhi kriteria lembaga. Grameen Bank justru memilih yang miskin bahkan yang paling miskin tetapi memiliki kemauan untuk maju. Kemauan untuk maju paling tidak ditunjukkan dengan mau bersusah-susah ke pelatihan wajib kelompok, dan mau pertemuan rutin mingguan secara disiplin. |
4. Pelatihan Wajib Kelompok (PWK) | Pelatihan berlangsung maksimal 1 jam. Beberapa lembaga yang mengadopsi model grameen memiliki jumlah hari yang berbeda disesuaikan dengan visi – misi lembaganya. Umumnya antara 3 – 5 hari. Pelatihan murah, nyaris tidak ada biaya. Tidak ada konsumsi kecuali air minum. Tidak menghadirkan aparat, pejabat atau tokoh masyarakat, sehingga proses bisa berjalan cepat. Seluruh peserta harus datang tepat waktu dan diikuti secara penuh dari hari pertama hingga hari terakhir. Bila terlambat saja, meskipun sudah masuk hari terakhir, maka seluruh anggota kelompok mengulang PWK dari awal hari lagi. Di akhir PWK, ada “ujian” untuk mengevaluasi proses dan untuk melengkapi bila masih ada yang kurang difahami. | Dalam banyak program pemberdayaan, pelatihan pra pencairan sebenarnya adalah salah satu syarat untuk bisa dicairkan pinjamannya. Namun, fakta di lapangan, jarang dilakukan. Dan untuk saat-saat ini, hampir-hampir tidak dilakukan lagi. Salah satu penyebabnya adalah, ada kesan yang namanya pelatihan itu harus ada biayanya. Sehingga ketika tidak ada anggaran yang turun untuk pelatihan masyarakat, maka tidak diakukan capacity building untuk masyarakat. Selain itu itu umumnya satu hari pelatihan biasanya dari pagi sampai sore. Ini juga yang membuat masyarakat enggan karena mengganggu kesibukan mereka. Para pendamping atau petugas IKM(S) pun merasa berat dengan model pelatihan dari pagi hingga sore dilakukan untuk setiap calon kelompok. |
5. Pengajuan Pinjaman | Satu kelompok terdiri dari beberapa kelompok kecil beranggota 5 orang. Jadi bila suatu kelompok beranggotakan 15 orang, maka ada 3 kelompok kecil. Dalam 5 orang tersebut, yang berhak mengajukan pinjaman tidak bisa sekaligus namun bertahap yakni 2-2-1. Pengajuan pinjaman dilakukan dalam bentuk yang ceremonial atau “sakral”.
Setiap orang yang sudah berhak mengajukan pinjaman maju ke depan, menyampaikan secara lisan kepada anggota kelompok yang lain berapa yg akan ia pinjam dan untuk apa uang pinjaman tersebut akan digunakan. Kemudian dia mengajukan dua pertanyaan penting kepada anggota kelompok yang lainnya: (1) apakah pengajuannya disetujui oleh kelompok? (2) Apakah anggota kelompok yang lainnya bersedia membantu ketika saya ada masalah / tanggung renteng ? Anggota kelompok yang lain berhak bertanya dan berhak tidak setuju. Dengan demikian terjadi transparansi pengajuan dari setiap anggota kelompok serta adanya tanggung jawab dari kelompok atas kelancaran cicilan anggota kelompok-nya. |
Pengajuan pinjaman anggota kelompok pada beragam program atau LKM yang mengunakan pendekatan kelompok cenderung sifatnya administratif, tidak ada kegiatan khusus. Sehingga antar anggota kemungkinan besar tidak tahu akan pengajuan anggota lainnya.
Selain itu, karena tidak secara formal diminta persetujuan dalam suatu acara khusus dan diberi kesempatan untuk bertanya serta berhak menyetujui/tidak menyetujui pinjaman, maka proses selama ini kurang menumbuhkan adanya soliditas untuk terlaksananya tanggung renteng yang baik pada suatu kelompok. |
6. Pencairan pinjaman | Proses pencairan dilakukan secara sakral, dan wajib diikuti oleh seluruh anggota kelompok. Pencarian dilakukan dengan kaidah 2-2-1. | Kaidah 2-2-1 merupakan salah satu penemuan Grameen Bank yang unik. Konon, ketika ini tidak dilaksanakna secara disiplin berpengaruh kepada kelancaran angsuran di kelak kemudian. |
7. Pertemuan Rutin Mingguan | Seluruh anggota kelompok wajib hadir pada pertemuan mingguan. Pada pertemuan mingguan inilah petugas datang melakukan pendampingan, menerima cicilan pinjaman dan tabungan. Pertemuan maksimal 1 jam. | Pertemuan ini bisa menjadi sarana pendampingan perkuatan ekonomi atau yang lainnya. |
Dalam model Grameen, proses penguatan kapasitas anggota kelompok tidak hanya dilakukan melalui proses verbal (ceramah dan diskusi), tapi juga simulasi dan praktek. Sebagai contoh, tentang tanggung renteng dan pentingnya disiplin tepat waktu, tidak dilakukan dengan melakukan ceramah atau diskusi panjang lebar namun melalui praktek. Bentuknya adalah pelaksanaan PWK tepat waktu dan wajib mengulang lagi dari awal bila salah satu anggota yang tidak hadir atau terlambat. Kekompakan dan tanggung renteng dilatih melalui praktek.
Tanggung renteng yang nantinya dalam bentuk uang, dilatih dengan tanggung renteng dalam bentuk waktu. Penguatan tentang transparansi dan akuntabilitas misalnya dipraktekkan dengan mengajukan pinjaman secara lisan kepada seluruh anggota kelompok lainnya.
Oleh karena itu, petugas lapangan model Grameen Bank harus kaya dengan metodologi partisipatif, termasuk memiliki perbendaharaan yang banyak tentang permainan-permainan dan simulasi. Maka profil petugas lapangan pada model Grameen bukan profil account officer di bank yang ahli dengan analisis-analisis keuangan, melainkan ahli dalam penguatan kelompok.
Beberapa keunggulan model Grameen layak untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat miskin, karena pertama, mampu menjangkau masyarakat miskin , termasuk yang paling miskin sekalipun. Hal ini karena “collateral-nya” adalah capital social dan yang dinilai kelayakannya adalah kesungguhannya / karakternya. Bila yang diseleksi didasarkan atas kelayakan usaha, maka akan banyak pengusaha mikro yang tidak lulus seleksi.
Kedua, terbuki sustainable bagi lembaga karena memiliki kualitas portofolio yang sangat tinggi, dengan nilai PAR di bawah 0,5%. Proses pendampingan rutin mingguan yang menghasilkan soliditas kelompok.
Ketiga, bersifat masif. Karena prosesnya dan persyaratannya mudah, maka mampu menjangkau masyarakat miskin yang lebih banyak.
Keempat, kelompok yang terbentuk solid, kompak, disiplin serta memiliki pertemuan rutin yang tetap dan dengan frekuensi mingguan.
Kelima, kelompok yang terbentuk adalah sarana pemberdayaan masyarakat miskin yang sesungguhnya sementara pinjaman adalah “entry point” (pintu masuk) bagi pemberdayaan. Melalui pertemuan rutin yang terjadwal maka bisa dilakukan transformasi nilai dan pengetahuan untuk mengentaskan masyarakat miskin dari kemiskinanannya dan memberdayakan mereka dari ketidakberdayaan aspek lainnya.
Keenam, pelayanan keuangan dilakukan di sekitar tempat tinggal kelompok peminjam dengan cara menjemput bola angsuran dan tabungan di pertemuaan mingguan. Ini meringankan masyarakat miskin sehingga tidak perlu keluar biaya untuk membayar cicilan ke kantor. Selain itu sistem ini bisa menghindari adanya potensi masalah dibandingkan dengan sistem menitip uang ke ketua kelompok.
Artikel ini diedit dari tulisan oleh penulis yang sama, Mengenal Lending Methodology Grameen Bank, di http://kotaku.pu.go.id:8081/wartaarsipdetil.asp?mid=7409&catid=2&