Koperasi Sekunder dan Strategi Kura-kura Mengalahkan Kancil

Oleh : Iwan Rudi Saktiawan, SSi, MAg, CIRBD

Pakar Keuangan Mikro dan Koperasi Syariah

Gimana sih agar koperasi simpan pinjam/pembiayaan (KSP) yang kebanyakan hanya sebesar kuman bisa sukses di tengah sengitnya persaingan perbankan yang segede gaban? Kunci jawabannya ternyata ada pada cerita rakyat Kancil dan Kura-kura.

Bila dibuat pemisalan, maka perbankan adalah kancil, sedangkan KSP adalah kura-kura.  Dalam cerita rakyat, kancil digambarkan sebagai makhluk yang cerdas/cerdik. Monyet, buaya, harimau bahkan petani sekalipun pun bisa dikalahkan oleh kancil.  Selain cerdik, kancil dikenal sebagai pelari ulung.  Sedangkan kura-kura adalah hewan yang jangankan berlari cepat, untuk berjalanpun, kura-kura melakukannya dengan lambat. Bank dimisalkan sebagi kancil karena bank memiliki banyak keunggulan yang tidak dimiliki oleh KSP, seperti asset, teknologi, fitur layanan keuangan, dan lain-lain.

Lalu, bagaimana maksudnya bahwa cerita Kancil dan Kura-kura bisa menjadi inspirasi agar KSP bisa sukses?

Dalam cerita rakyat tersebut, kecerdikan dan kecepatan lari kancil bisa dikalahkan oleh kura-kura, karena kura-kura memiliki kekuatan yang melebihi  kecerdikan dan lari kencangnya kancil. Apakah itu? Jawabannya adalah : kerja tim!

Leluhur kita yang membuat cerita tersebut ternyata sangat bijak, terlepas ada unsur “curang” yang tidak boleh kita tiru. Cerita tersebut, selain mengajarkan tentang tidak bolehnya sombong, juga memberi pesan moral bahwa selain kekuatan fisik (lari) dan kekuatan intelektual, ada kekuatan yang lebih dahsyat lagi yakni kekuatan kerjasama tim.  Dengan demikian, agar KSP sukses, antar KSP perlu bekerjasama.  Kerjasama merupakan salah satu prinsip koperasi. Di Indonesia, kerjasama antarkoperasi sebagai salahh satu prinsip koperasi bahkan tercantum secara eksplisit pada pasal 5 UU Perkoperasian tahun 1992.

Kerjasama beberapa KSP sebaiknya bukan hanya sekedar untuk peningkatan volume (asset dan wilayah) KSP yang lebih besar, tapi harus menghasilkan sinergi yang bersifat strategis. Sebagai contoh, berhimpunnya 10 KSP yang beraset masing-masing 20 M jangan hanya menjadikannya adanya kumpulan KSP beraset 200 M, harus lebih dari itu.  Stephen R Covey menyatakan bahwa baru bisa disebut sinergi bila 1 + 1 > 2. Hal ini masuk diakal, karena kalo 1 + 1 = 2, lalu apa bedanya dengan bekerja sendiri-sendiri. Aset, keuntungan dan kinerja lainnya harus lebih besar bila dibandingkan dengan bila kinerja masing-masing KSP dijumlahkan.

Baca Juga  Koperasi, Silaturrahmi, dan Pejalan Kaki

Bagaimana agar kerjasama antarkoperasi menghasilkan 1 + 1 > 2?

Kita perhatikan bank umum, keunggulan bank umum bukan hanya karena volumenya kelipatan dari kantor cabang namun juga karena memiliki struktur vertikalnya dan unit-unit kerja. Struktur vertical adalah adanya urutan (hirarki) jabatan atau kantor, dimulai dari kantor cabang pembantu, kantor cabang (utama), regional dan pusat. Sedangkan contoh unit kerja adalah departemen human resources development (HRD).

Terkait HRD, di kebanyakan KSP fungsi tersebut umumnya dirangkap oleh seorang staf. Di KSP besar sudah ada staf khusus untuk HRD namun masih sederhana, itupun waktunya masih banyak tersita untuk urusan administratif kepegawaian seperti pengurusan Jamsostek, distribusi penggajian dan sebagainya. Namun aspek HRD yang bersfiat strategis seperti peningkatan kualitas pegawai umumnya tidak ada yang menangani.

Dengan bekerjasama antar-KSP, maka program peningkatan kapasitas staf, mulai dari training need assessment, pelaksanana pelatihan hingga evaluasi, dapat dilakukan dengan lebih berkualitas. Hal ini dapat dilakukan misalnya dengan saling sharing antar staf KSP yang memiliki kemampuan tentang hal itu, atau bahkan dengan bersama-sama meng-hire beberapa tenaga professional penuh waktu. Hal ini menjadi memungkinkan Karena biayanya ditanggung bersama sehinga menjadi ringan untuk setiap KSP-nya. Contoh model kerjasama untuk bidang HRD tersebut bisa dilakukan juga untuk unit-unit kerja lain. Misalnya kerjasama antar KSP untuk digitalisasi, aspek kepatuhan dan yang lainnya.

Pelaksanaan kerjasama antar KSP sebaiknya diorganisasikan melalui koperasi sekunder. Koperasi sekunder adalah koperasi yang anggotanya adalah badan hukum (koperasi). Sedangkan koperasi primer adalah koperasi yang anggotanya orang. Dr Lukman M. Baga, salah satu pakar koperasi Indonesia menyatakan bahwa menggabungkan diri, baik melebur (beberapa koperasi primer menjadi satu koperasi primer) atau beberapa koperasi primer menjadi satu koperasi sekunder sebenarnya merupakan suatu trend pada gerakan koperasi dunia. Sayangnya ini masih terasa asing di Indonesia.

Baca Juga  Koperasi Multi Pihak: Inovasi Koperasi untuk Ekonomi Berkeadilan

KSP-KSP terbesar dunia telah mencontohkan hal tersebut. Tiga dari lima besar yang dirangking oleh International Co-operative Alliance (ICA) pada tahun 2020 merupakan KSP. Ketiga KSP tersebut adalah Groupe Credit Agricole Perancis (beromset Rp1,42 kuadriliun), Groupe BPCE Perancis (beromzet Rp872,3 triliun) dan BVR Jerman (beromset Rp817 triliun). Ketiga KSP tersebut, tidak hanya beroperasi di negara asalnya, namun telah memiliki banyak di berbagai belahan dunia. 

ketiga KSP tersebut bukan koperasi primer, sebagai contoh BVR yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai The National Association of German Cooperative Banks. BVR yang berasal dari Jerman, beranggota 1.052 koperasi bank di Jerman (2015). Data ini telah membuktikan bahwa kerjasama antarkoperasi bisa menjadikan KSP menjadi lembaga keuangan besar kelas dunia.

Berbeda dengan belahan dunia lainnya, di Indonesia yang banyak terjadi adalah sebaliknya. Ketika suatu koperasi sukses, beberapa pengurus atau tokoh senior di koperasi tersebut keluar dan mendirikan koperasi baru. Umumnya, koperasi baru tersebut kemudian menjadi pesaing koperasi lamanya. Bisa jadi, fenomena ini menjadi salah satu penyebab mengapa koperasi di Indonesia kurang berkembang.

Memang merupakan suatu realita, bahwa di manapun itu, baik di instansi, korporasi ataupun koperasi, alokasi jabatan akan seperti piramid. Makin ke atas, posisi jabatan akan semakin sedikit. Sehingga seiring waktu, alokasi jabatan untuk para senior makin sedikit pula. Alih-alih mendirikan koperasi yang akan menjadi pesaing, maka para senior yang tidak teralokasi pada jabatan yang ada dan punya semangat untuk mendirikan koperasi baru, tetap didukung untuk mendirikan koperasi baru namun diikat dalam suatu koperasi sekunder. Dengan demikian, sinergi antarkoperasi terwujud, ekspresi prestasi personal pun terwadahi.

Kura-kura saja bisa bekerjasama untuk menang, mengapa koperasi tidak?