Belajar Dari Koperasi Besar
oleh Iko Musmulyadi (Sociopreneur dan Pegiat Koperasi)
KOPERASI Mondragon tumbuh menjadi bisnis berskala korporasi yang mampu melewati korporasi raksasa. Penjualannya mencapai enam miliar euro pada 2019. Kinerja unit industri dan kredit gemilang.
Di tengah pandemi, koperasi milik pekerja Spanyol, Mondragon mendapatkan berkah tak terduga, masuk peringkat daftar perusahaan yang mengubah dunia oleh Majalah Fortune. Mondragon menduduki peringkat kesebelas, di depan perusahaan seperti Mastercard, Microsoft atau Google.
Majalah Fortune menilai, koperasi yang berbasis di Basque Country itu sehat secara finansial dan menempatkan manusia di atas keuntungan. Koperasi yang beroperasi di lima benua dan mempekerjakan lebih 80.000 orang ini dipandang tidak ada eksekutif puncak yang menghasilkan lebih dari enam kali gaji pekerja bergaji rendah di koperasi.
Membaca tentang Mondragon memicu adrenalin Penulis untuk terus semangat tinggi dalam berkoperasi. Betapa tidak, orang-orang diluar sana tak sedikit yang memicingkan mata karena anti koperasi, akibat dicekoki dengan berita-berita miring tentang koperasi. Mulai dari maraknya beroperasi koperasi abal-abal hingga koperasi besar yang anggotanya benar-benar mengalami kerugian hingga miliaran rupiah.
Tentu jadi tidak seimbang kalau kemudian kita hanya mengisi kepala kita dengan berita-berita negatif tentang perkoperasian di Indonesia. Selalu Penulis katakan ada 1000 koperasi gagal ada juga 1000 koperasi sukses. Kita bisa belajar dari kegagalan dan kesuksesan mereka.
Penulis mempelajari 100 Koperasi Besar di Indonesia. Bertengger di antaranya beberapa koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah (KSPPS). Mereka sukses dan tumbuh membesar setelah di atas 15 tahun beroperasi. Mengawali dengan segala keterbatasan, tapi mampu menorehkan catatan sejarah dalam jajaran koperasi besar di tanah air.
Ada KSPPS UGT Sidogiri Pasuruan yang berdiri tahun 2000. Asetnya Rp2,25 T, dan jumlah anggota 16.000 orang. KSPPS Bina Ummat Sejahtera Lasem berdiri 1996, dengan aset Rp700 M, dan 220.000 orang anggota. KSPPS Tunas Arthamas Nganjuk berdiri 2009 dengan jumlah anggota 50.000 orang. Itu data 2016.
Data tersebut Penulis pelajari, menjadi penting untuk mendapatkan gambaran proses perkembangan dan pertumbuhan sebuah KSPPS, untuk kemudian berfikir bagaimana Koperasi yang saat ini Penulis diamanahkan mulai bergerak, menetapkan target, dan menyusun rencana kerja. Penulis saat ini mengelola Koperasi Syariah di Bandung yang ruang lingkupnya seprovinsi Jawa Barat.
Penulis mengolah data itu secara sederhana untuk mendapatkan rerata capaian pertumbuhan dari sisi aset, omzet, dan jumlah anggota. Ini penting untuk kita memasang target awal di permulaan operasional Koperasi.
Dari sisi pertumbuhan aset selama 18 tahun beroperasi didapat rerata capaian asetnya yaitu Rp 1,5 T. Berarti Rp83 M pertahun. Atau Rp 6,9 M perbulan.
Sementara, dari sisi pertumbuhan omset, selama 16 tahun beroperasi rerata capaian omsetnya adalah Rp 1,11 T. Berarti Rp69 M pertahun. Atau Rp 5,8 M perbulan.
Sedangkan, dari sisi pertumbuhan jumlah anggota, didapat data dari 17 tahun beroperasi rerata 95.000 anggota, atau 5600 anggota pertahun, atau 467 anggota perbulan.
Pencapaian mereka buat saya itu sangat luar biasa. Di tengah fakta di lapangan, ribuan bahkan puluhan ribu koperasi megap-megap tak mampu bertahan, dan bertumbangan. Bahkan tak sedikit yang baru berdiri kemudian hanya tinggal papan nama. Begitu umumnya nasib perkoperasian di Indonesia.
Tapi mereka bisa sukses menembus jajaran 100 koperasi besar Indonesia. Sementara mereka memulai bergerak dengan segala keterbatasan. SDM dan modal seadanya. Tanpa dukungan kecanggihan teknologi informasi seperti sekarang ini. Mungkin juga minim dalam konteks semangat berjamaah dan dakwah. Serta captive market yang juga terbatas.
Dari 3 point penting pertumbuhan: aset, omset, dan jumlah anggota Penulis menilai titik krusialnya ada pada jumlah anggota. Logikanya pertumbuhan aset dan omset tentu berdasarkan kenaikan jumlah anggota. Kuantitas dan kualitas anggota yang signifikan.
Kita akan memulai dari pertanyaan berapa target dipatok jumlah anggota dalam 1 tahun pertama atau per bulannya berapa? Ini dengan asumsi setelah kita menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan: penyiapan SDM, sarana prasarana, support sistem, merancang produk, dll.
Dari pengalaman di atas, kita bisa memasang target berdasarkan reratanya yaitu 5.600 anggota pada tahun pertama atau 467 anggota per bulannya. Atau kita ingin ambil setengahnya menjadi hanya 2.800 anggota dalam setahun atau 233 anggota perbulan, sebagai target minimal. Ini logis, karena kita baru memulai. Penulis juga punya pengalaman dengan captive market 3.000-an orang terekrut 250 anggota koperasi di bulan pertama.
Pertanyaan berikutnya bagaimana menetapkan captive market?
Berbicara captive market Penulis sangat optimistis dengan potensi Jawa Barat. Mengingat, pertama, jumlah penduduk yang sangat besar yaitu sekitar 48 juta jiwa, dengan di antaranya terdapat 4,6 juta pelaku UMKM. Kedua, Jawa Barat merupakan provinsi yang perkembangan perkoperasiannya ditengah masyarakat paling kondusif. Ketiga, keseriusan dan kesungguhan Pemprov Jabar dalam perhatian dan pembinaan terhadap koperasi paling signifikan. Tahun 2017 Gubernur Aher meraih penghargaan dari Kemenkop UKM RI sebagai Tokoh Utama Penggerak Koperasi.
Iko Musmulyadi (Sociopreneur dan Pegiat Koperasi)